Cahaya Cinta Sang Pencipta
Allahu
Akbar, Allah Maha Besar.
Kalimat
takbir selalu berkumandang, menggetarkan, menguatkan, menyejukkan, dan
menyadarkan kita, umat muslim, bahwa sumber dari segala sumber di dunia bahkan
di akhirat nanti adalah Allah SWT. Mulai dari nyawa, napas, detak jantung,
denyut nadi, aliran darah, seluruh aktivitas yang dilakukan tubuh kita
merupakan kehendak-Nya. Semua itu adalah nikmat yang tiada bandingannya, nikmat
yang diberikan Sang Khaliq pada makhluk-Nya, nikmat iman dan Islam. Tidak
pernah Allah menuntut makhluk-Nya untuk membayar semua nikmat yang telah
dianugerahkan, kecuali dengan bertaqwa kepada-Nya.
Aku
terlahir dalam Islam. Bapak dan ibukku seorang muslim. Sejak kecil aku selalu
diajarkan sebagaimana yang diwajibkan dan disunahkan dalam Islam. Apapun yang
kita lakukan harus didasari dengan niat, niat yang semata-mata hanya untuk
beribadah kepada Allah SWT. Orang tuaku bukan pemuka agama. Mereka hanya buruh
tani biasa, yang kebetulan dulu pernah mengenyam pendidikan yang secara khusus
mempelajari agama Islam. Tidak heran jika aku juga dituntut untuk mengikuti
jejak mereka atau bahkan bisa dibilang melanjutkan perjuangan mereka yang hanya
sebatas mempelajari. Orangtuaku sangat berharap, ketika aku dilahirkan ke
dunia, suatu saat nanti menjadi Hafidz Qur’an maupun Qori’ah. Aku masih ingat
ketika mereka menceritakan keinginannya itu sewaktu aku masih TK. Tapi waktu
itu aku hanya sebatas mendengar, tidak mengerti maksudnya apa. Aku juga masih
ingat betapa menjengkelkannya aku dimata mereka, hingga aku selalu dipukuli
dengan pegangan sapu lidi karena tidak pernah nurut dengan perintah mereka.
Malu
sekali kalau mengingat-ingat masa kecilku. Dari TK, SD, SMP, aku masih menjadi
anak badung yang hidupnya selalu berantakan, jauh dari aturan, selalu seenaknya
sendiri. Hingga akhirnya hidayah itu datang, tepat ketika aku memasuki jenjang
menengah atas (SMA). Aku yang semula tidak pernah bergaya seperti wanita,
sangat tomboy waktu itu, tidak pernah memakai rok, rambut selalu dicepol seperti
orang mau mandi di kali, gelang karet hitam menjadi aksesoris wajib, seperti
preman lah pokonya, pada akhirnya aku mulai berhijab.
“Nduk,
kamu mau melanjutkan sekolah ke mana?” tanya ibu
“STM
Pak, Multimedia.”jawabku mantap
“Mau
jadi apa kamu sekolah di STM? Masih mending SMEA to ?”tanya bapak
STM
di daerahku adalah sebutan untuk memudahkan orang menyebut SMKN 1 Blora,
sedangkan SMEA sebutan untuk SMKN 2 Blora. Sama-sama sekolah kejuruan, hanya
konsentrasi ilmu dan peminatnnya yang
berbeda.
“Pokoknya
aku mau melanjutkan ke STM Multimedia.”bantahku
“Ya
sudah lah, terserah kamu. Tapi dari bapak dan ibu tidak mau ikut campur.
Silahkan urusi persyaratannya sendiri, daftar sendiri, jangan minta uang ke
bapak atau ibuk.”ancamnya
Awalnya
aku protes dengan pernyataan seperti itu. Tapi karena aku ngotot dan sudah
terlanjur pengennya di situ, ya sudah, aku menyanggupinya. Dengan modal nekat,
aku berangkat bersama temanku, naik sepeda motor yang jaraknya sekitar 15 km
dari tempat tinggalku. Untungnya biaya pendaftaran dibantu oleh salah satu guru
SMP ku, sekarang beliau sudah menjadi kepala sekolah di SMP lain. Baru pertama
kalinya ke kota sama teman naik sepeda motor untuk mendaftar, sudah terkena
razia polisi. Jelaslah kena tilang, kita masih di bawah umur. Itu sudah
pertanda buruk, tapi aku tetap melanjutkan perjalanan. Serangkainan tes mulai
dari tes administrasi, tes psikologi, tes kesehatan, lolos, sedangkan temanku
tidak lolos. Tinggal menunggu pengumuman. Orangtuaku masih tetap tidak peduli.
Pada saat hari H pengumuman, aku tidak bisa berangkat karena tidak ada yang
mengantar. Hingga akhirnya ada yang mengirim pesan bahwa aku diterima. Senang,
terharu, sedih, campur aduk. Aku mengadu ke bapak.
“Pak,
Fira lolos seleksi. Sekarang ada daftar ulang. Bapak mau nganterin Fira
?”pintaku
“Lepaskan.
Daftar di SMA N 1 Jepon saja.”perintahnya
Hatiku
hancur, luluh lantah seketika. Bagaimana tidak, sekolah yang aku impikan harus
aku lepaskan begitu saja setelah menempuh perjuangan panjang. Dan aku disuruh
melanjutkan ke sekolah yang pertama aku blacklist dari daftar keinginan. Aku
sangat marah, kecewa, mengurung diri di kamar.
Ibuku selalu membujuk untuk menerima kenyataan bahwa tujuan mereka
menyuruhku ke SMA itu baik. Mereka ingin mengembalikan sisi keperempuanku yang
sempat menghilang. Sebenarnya alasan kenapa aku memilih STM ya salah satunya
biar tidak memakai rok. Selain itu juga menantang, mengingat mayoritas yang
sekolah di situ adalah laki-laki. Lambat laun, aku pasrah, aku menyerah. Aku
memutuskan untuk menuruti apa yang diminta ibu dan bapak. Kudaftarkan diri saat
hari terakhir pendaftaran. Tidak buruk sebenarnya, masih masuk 10 besar di
awal. Tapi ada satu hal yang membuatku kembali marah. Ternyata ibu memilihkan
seragam berhijab.
“Fir,
tadi waktu rapat pleno, ibu milih seragam panjang buat kamu, tidak apa-apa
kan?”tanya ibu
“Apa????
Kok ibu tidak tanya dulu sebelumnya ? Fira sudah mau ya pakai rok, kenapa
sekarang disuruh panjang juga ? Fira tidak mau Bu, tidak mau.”berontakku
“Kamu
nurut saja sama Ibu, tidak ada yang menjerumuskanmu, semua ini demi kebaikan
kamu juga.”jelas ibu
“Baiklah”jawabku
terpaksa
Semenjak
itu aku jadi pendiam, bukan karena aku sudah sadar akan kesalahan-kesalahanku
tapi aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Sangat tidak pantas jika aku yang sudah
berhijab, bersikap urakan seperti biasanya. Lebih baik aku diam. Awal-awal aku
berhijab, sulit sekali menahan emosi dan nafsu untuk semaunya sendiri. Temanku
juga selalu mengingatkan bagaimana kondisi sekarang, tidak bisa seperti dulu
lagi, harus menyesuaikan. Berat memang, sangat berat. Tapi seiring berjalannya
waktu aku mulai paham maksud dan tujuan orangtuaku memilih sekolah di sini dan
mengenakan seragam berhijab. Ketika rasa nyaman itu sudah datang, serasa
menemukan jiwaku yang baru. Aku punya banyak teman, aktif organisasi, juara
kelas, dan yang paling mendasar adalah perubahan sikap setelah memakai hijab.
Alhamdulillah,
Allah masih sayang kepadaku. Begitu banyak jalan yang harus aku tempuh, dan itu
tidak mulus. Tapi Allah memberikan ganti yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
Selama ada niat dan usaha nyata untuk mau berubah, mau berhijrah, ke jalan yang
sudah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa. Aku merasakan hidayah itu ada, hidayah
itu nyata, hidayah akan diberikan kepada mereka yang mau sedikit lebih membuka
hati untuk mengikhlaskan, merelakan, menerima kenyataan, dan berpikir bahwa
tidak ada rencana seindah rencana Allah. Semua yang ditetapkan-Nya adalah yang
terbaik. Kini aku paham bagaimana seharusnya menjadi muslim itu. Aku masih
perlu banyak belajar memperbaiki diri. Tidak ada yang sulit, selagi masih
menyandarkan diri pada-Nya. Jalan Allah selalu lurus, istiqomahlah dalam berdoa
dan berusaha. Hingga kamu yakin, betapa menyesalnya dirimu jika sekali saja
melanggar aturan yang sudah ditetapkan
Bismillah
Lillah #YukHijrah J
Ada skenario yang lebih indah dari yang kita buat. Yaitu skenario yang dibuat oleh Sang Pencipta :D
BalasHapusKeep writing, always inspiring!
iya itu benar kak :)
Hapusjazakallah sudah menyemangati kami ^^
Luar biasa Twin :)
BalasHapushehe, jazakillah twin :-*
Hapus#YukNulis :D