Mutiara
tanpa Kilau (Lagi)L
Blora, 14 Maret 2014,
Aku
dipertemukan dengan seseorang yang sebelumnya belum pernah aku kenal. Dewi
Mutiara Putri. Hanya sebatas namanya pernah disebut dalam perbincangan
teman-temanku. Aku sendiri tidak pernah bermimpi akan bertemu dengannya. Apakah
ini yang dinamakan takdir ?
Sebelum
bertemu dengannya, dia sudah mengirim pesan terlebih dahulu. Entah dapat
nomorku darimana. Awalnya aku bertanya-tanya, masih belum mengerti kenapa dia
bisa menghubungi aku. kurang lebih, percakapan kita di sms waktu itu seperti
ini
“Hai
Fira.. kenalin aku Dewi Mutiara Putri, panggil aja Dewi. Aku ada perlu nih,
boleh minta alamat rumahnya ?”
Kalimat
itu yang sampai sekarang masih membuat aku bertanya-tanya, Kok bisa ?
Tanpa
berpikir panjang, aku langsung membalas pesannya dan memberikan alamat rumah.
Ah..Paling
dia bercanda, tidak mungkin kalau dia ke rumah (gumamku).
Kamis
malam, tanpa angin, tanpa hujan, tiba-tiba dia mengirim pesan lagi. Posisinya
sudah di depan rumah, bersama bapaknya. Duh, aku jadi semakin bingung lagi. Aku
tidak mengenalnya, kenapa ada bapaknya juga ? Kalau mau ngelamar juga tidak
mungkin. Ya kali sesama cewe ngelamar -_-
Setelah
lama berbincang-bincang, dia menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya ke
rumah. Ternyata benar dia mau melamarku. Iya, melamar untuk menjadi tim LCC di
STEM Akamigas, Cepu.
Nah
loh.. jadi semakin bingung kan
Aku
latar belakangnya dari SMA, dia dari SMK, dan meminta untuk berkolaborasi dalam
Lomba LCC itu. Aku bisa apa coba ?
Usut
punya usut, ternyata dia pengen sekali
ikut lomba itu, dia mengajakku berkolaborasi dengan harapan bisa menang,
mengingat materinya adalah materi SMA. Dia berharap menang, karena pemenangnya
nanti akan mendapatkan sertifikat dan juara 1 akan mendapatkan beasiswa sekolah
di sana tanpa tes. Maklum, STEM Akamigas merupakan sekolah tinggi swasta yang
menjajikan pekerjaan kelak dan biayanya sangat mahal, 27 juta per semester.
Wow...
Aku
perlu waktu agak lama untuk memutuskan. Akan tetapi, mengingat ketulusannya,
keberaniannya, apalagi ada bapak disampingnya, aku berat hati untuk menolak.
Kasihan juga kan, jauh-jauh dari Jiken pulang dengan kekecewaan. Lagipula kata
ibu, tidak ada salahnya mencoba. Hargai Mbak Dewi yang meminta dengan tulus.
Akhirnya aku mengiyakan permintaannya untuk bergabung dalam timnya. Kesan pertama kali bertemu, Dewi sosok yang
menyenangkan, sederhana, ambisius, dan ternyata banyak memiliki kesamaan
denganku. Mungkin itu yang membuat aku merasa nyaman saat pertama kali bertemu.
Seminggu
kemudian, H-2 lomba, dia menjemputku dan bermalam di kosnya. Sengaja berangkat
dua hari sebelum lomba dilaksanakan karena dia mau mengenalku lebih dekat,
belajar bersama, juga karena dia tidak mau aku kelelahan. Dari situ aku semakin
nyaman, semakin dekat, semakin akrab.
Dia
memperlakukanku dengan sangat baik. Mulai dari membayar biaya registrasi,
menanggung biaya makan, dan sangat ramah. Temannya juga, namanya Munif, teman
satu tim, yang baru aku ketahui sebagai pacar Dewi setelah beberapa bulan
kemudian. Bodohnya aku baru menyadari
semuanya. Duh...
Aku
tidak akan menceritakan bagaimana saat hari H lomba, yang pasti kita bukan
juaranya. Hehe :-D
Akhirnya,
kita kembali ke kosnya, beres-beres, persiapan pulang. Sebelum pulang, menyempatkan
untuk berfoto. Ini adalah foto perdana kita. Dari sini lah awal kita merajut
tali persahabatan.
Semenjak
itu, hubungan kita semakin dekat. Dia masih sering bahkan memang sering main ke
rumah, berkomunikasi lewat medsos, dan bisa dibilang dia adalah satu-satunya
orang yang aku anggap sebagai sahabat sekaligus saudara, kakakku. Mulai dari
cerita manis, pahit, hambar, penting, tidak penting, bahkan yang sangat tidak
pentingpun akan menjadi penting jika sudah bercerita padanya. Kesamaan visi dan
misi, karakteristik, kesepahaman, membuat kita sering bertukar pendapat. Aku merasa
dia yang paling mengerti apa yang aku mau, yang aku rasakan. Benar-benar
bahagia mengenalmu, memilikimu, sahabatku.
September
2014,
Kita
dipisahkan oleh jarak, Blora-Semarang. Hubungan kita masih baik-baik saja. Justru
semakin menambah referensi bahan cerita, tentang dunia perkuliahan. Dia ingin
masuk Undip, sama seperti aku. Tapi Tuhan berkata lain. Dia kuliah di
Bojonegoro, perminyakan. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk berhenti kuliah,
dan mecoba mendaftar di Undip tahun berikutnya. Dasar keras kepala...
Dewi
sosok yang manis, apalagi dengan gigi gingsulnya itu. Keras kepalanya itu tidak
mampu mengubah image bahwa dia tipe orang yang tulus, rendah hati, ramah,
setia. Pokoknya bagi aku dia the best.
Waktu
terus berjalan, tiba waktunya pendaftaran ajaran baru. Dewi dengan yakin
mendaftarkan dirinya saat SBMPTN, waktu itu di Unnes. Namun keberuntungan belum
berpihak padanya. Aku hanya bisa membantu memberikan doa dan semangat yang
tiada henti. Kemudian dia bertekad di UM Undip, masih belum lolos juga. Sabar
ya sayang..
Dia
sempat pesimis, tapi hanya sebentar. Terpuruk boleh lah ya, tapi setelah itu
harus bangkit lagi. Terakhir kali dia menyinggung soal kampus swasta di
Semarang. Hanya sebatas tahu dia ingin, selebihnya tidak tahu.
Kita
lebih jarang berkomunikasi, cukup sekali dua kali tanya tentang kabar, terus
sudah, tidak ada kelanjutannya lagi
Kenapa
di atas aku menyebutkan “Mutiara tanpa Kilau (Lagi)”, karena sekarang aku
merasa kehilangan kamu Demut, kamu yang tidak pernah memberi kabar, tidak
pernah muncul di media sosial.
Tulisan
ini tidak bagus, bahkan tidak jelas.
Tapi
aku berharap, sangat, ketika aku mempublikasikan tulisan ini, kamu membacanya.
Kamu
harus tahu, betapa aku menyayangimu, mencintaimu, dan merindukanmu, sahabatku,
kakakku, keluargaku.
Demut,
Dewi Mutiara Putri, kembalilah ({})
Tunjukkan
kilaumu... Lagi
Your Beloved Sister, DM^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar