Kamis, 22 Oktober 2015

D2

Dia yang Bernama Wisnu

You can’t go to bed without a cup of tea, and maybe that’s reason why You talk in your sleep, and all those conversations are the screets that I keep, thought it makes no senses to me
Hmmm... sepenggal lirik dari lagu kesukaan Little Thing, 1D, ini selalu menjadi pengantar pagiku. Ada aura semangat menyemburat, ditransfer masuk ke telinga lalu tepat menembus kalbu. Tidak tahu kenapa hari ini semagat sekali. Bukan karena sekedar mendengarkan dan menyanyikan lagu itu, tapi ada yang lain. Entahlah..
Memasuki masa orientasi hari ke dua. Masih terasa biasa-biasa saja, sama seperti sebelumnya.  Sempat agak badmood sebenarnya, ingat kejadian kemarin yang serba tidak jelas itu. Tapi sudahlah, lupakan.
Niatnya memang mau melupakan, tapi apa daya kalau sudah di depan mata. Salah tingkah lagi kan. Kebetulan hari ini agendanya full di kelas. Semacam ada FGD (Focus Group Discussion) tentang pendidikan karakter dengan perilaku remaja sekarang. Aku sebagai fasilitator bertugas untuk mengawasi 1 kelas dimana mereka sudah dibagi kelompok. Ketika aku berkeliling, tiba-tiba kaki ini berhenti di satu titik dimana  ada cowok kemarin yang sempat aku marahi.
“Sudah sejauh mana diskusi kalian? Ada kesulitan kah ?”tanyaku sok perhatian
“Masih bingung Kak, maksudnya ini bagaimana?”tanya salah satu anggota
Kemudian aku mencoba menjelaskan kepada mereka sampai akhirnya paham dan menyelesaikan FGD nya.
Lagi-lagi mata ini tertuju pada hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Pandanganku fokus pada sebuah tulisan pada tas kardus yang ternyata  milik cowok kemarin yang aku tegur tali sepatunya.
“Maksud tulisan itu apa ? kamu tahu itu dari mana ?”tanyanku penasaran, menunjuk tulisan pada tas miliknya, Lochjinauwe
“Tidak ada. Masalah ?” lagi-lagi dia menjawab dengan santainya dan kali ini benar-benar tidak sopan, tapi aku penasaran
“Kamu tahu, itu adalah sebutan untuk kelas saya kemarin, kamu tidak boleh memakai nama itu tanpa seizin kami.”jelasku
“Suka-suka saya lah. Nama itu bukan hak milik kalian. Banyak kok koperasi yang mempunyai nama seperti itu. Sah-sah saja kan?”bantahnya dengan menyamakan Lochjinauwe dengan Lohjinawe, nama koperasi di daerah kami.
“Terserahlah”balasku singkat, lalu pergi
Sebenarnya bukan hanya teman-temanku yang merasa heran melihat tingkahku, aku sendiri pun merasa heran. Masalah itu sebenarnya sangat tidak penting untuk dibahas, tapi konyolnya aku malah memperdebatkannya. Tuhan.. aku kenapa ?
Setiap melihat wajah cowok itu bawaannya pengen dekat, tapi tidak jelas, ujung-ujungnya jadi salah tingkah sendiri. Bukan suka, tapi ada yang aneh. Serasa pernah ketemu sebelumnya, kenal sangat dekat, sangat akrab. Tapi faktanya kita belum pernah kenalan bahkan ketemu. Baru kali ini aku merasakan hal aneh seperti ini. Tidak biasanya aku jadi salah fokus hanya karena seseorang, cowok lagi.
Iseng-iseng, aku mendekati Sugeng, tetanggaku yang kebetulan satu kelas dengannya.
“Eh ada Sugeng, boleh tanya sesuatu tidak?”basa-basiku
“Boleh, tanya apa Mbak?”balasnya
“Kamu tahu anak yang kemarin debat sama aku gara-gara tulisan di tas kardusnya?”tanyaku
“Iya, tahu, kenapa?”dia balik tanya
“Namanya siapa?”spontanitas
“Hayooo kenapa? Naksir ya ? tenang saja nanti aku titipin salam deh.”godanya
“Ih... apaan sih kamu, enggak kok cuma tanya aja, dia nyebelin banget orangnya.”jelasku
“Hehe... namanya Wisnu.”jawabnya
“Oh.. terimakasih ya.”jawabku singkat, lalu pergi
“.......??”(Sugeng bengong, bingung)
Sepanjang jalan menuju perpustakaan, tiba-tiba aku memikirkannya lagi. Perasaan ini campur aduk. Aku semakin bingung. Aku mencoba melupakannya dengan mengambil buku pelajaran lalu membacanya. Tapi tetap saja tidak bisa.

“Jadi, orang super duper nyebelin dan sudah mencampur adukkan perasaanku itu namanya Wisnu, Wisnu Dwi Wahyu Aji.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar