Dia
yang Bernama Wisnu
You can’t go to bed
without a cup of tea, and maybe that’s reason why You talk in your sleep, and
all those conversations are the screets that I keep, thought it makes no senses
to me
Hmmm...
sepenggal lirik dari lagu kesukaan Little
Thing, 1D, ini selalu menjadi pengantar pagiku. Ada aura semangat
menyemburat, ditransfer masuk ke telinga lalu tepat menembus kalbu. Tidak tahu kenapa
hari ini semagat sekali. Bukan karena sekedar mendengarkan dan menyanyikan lagu
itu, tapi ada yang lain. Entahlah..
Memasuki
masa orientasi hari ke dua. Masih terasa biasa-biasa saja, sama seperti
sebelumnya. Sempat agak badmood sebenarnya, ingat kejadian
kemarin yang serba tidak jelas itu. Tapi sudahlah, lupakan.
Niatnya
memang mau melupakan, tapi apa daya kalau sudah di depan mata. Salah tingkah
lagi kan. Kebetulan hari ini agendanya full
di kelas. Semacam ada FGD (Focus Group
Discussion) tentang pendidikan karakter dengan perilaku remaja sekarang. Aku
sebagai fasilitator bertugas untuk mengawasi 1 kelas dimana mereka sudah dibagi
kelompok. Ketika aku berkeliling, tiba-tiba kaki ini berhenti di satu titik
dimana ada cowok kemarin yang sempat aku
marahi.
“Sudah
sejauh mana diskusi kalian? Ada kesulitan kah ?”tanyaku sok perhatian
“Masih
bingung Kak, maksudnya ini bagaimana?”tanya salah satu anggota
Kemudian
aku mencoba menjelaskan kepada mereka sampai akhirnya paham dan menyelesaikan
FGD nya.
Lagi-lagi
mata ini tertuju pada hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Pandanganku fokus
pada sebuah tulisan pada tas kardus yang ternyata milik cowok kemarin yang aku tegur tali
sepatunya.
“Maksud
tulisan itu apa ? kamu tahu itu dari mana ?”tanyanku penasaran, menunjuk
tulisan pada tas miliknya, Lochjinauwe
“Tidak
ada. Masalah ?” lagi-lagi dia menjawab dengan santainya dan kali ini benar-benar
tidak sopan, tapi aku penasaran
“Kamu
tahu, itu adalah sebutan untuk kelas saya kemarin, kamu tidak boleh memakai
nama itu tanpa seizin kami.”jelasku
“Suka-suka
saya lah. Nama itu bukan hak milik kalian. Banyak kok koperasi yang mempunyai
nama seperti itu. Sah-sah saja kan?”bantahnya dengan menyamakan Lochjinauwe
dengan Lohjinawe, nama koperasi di daerah kami.
“Terserahlah”balasku
singkat, lalu pergi
Sebenarnya
bukan hanya teman-temanku yang merasa heran melihat tingkahku, aku sendiri pun
merasa heran. Masalah itu sebenarnya sangat tidak penting untuk dibahas, tapi
konyolnya aku malah memperdebatkannya. Tuhan.. aku kenapa ?
Setiap
melihat wajah cowok itu bawaannya pengen dekat, tapi tidak jelas,
ujung-ujungnya jadi salah tingkah sendiri. Bukan suka, tapi ada yang aneh. Serasa
pernah ketemu sebelumnya, kenal sangat dekat, sangat akrab. Tapi faktanya kita
belum pernah kenalan bahkan ketemu. Baru kali ini aku merasakan hal aneh
seperti ini. Tidak biasanya aku jadi salah fokus hanya karena seseorang, cowok
lagi.
Iseng-iseng,
aku mendekati Sugeng, tetanggaku yang kebetulan satu kelas dengannya.
“Eh
ada Sugeng, boleh tanya sesuatu tidak?”basa-basiku
“Boleh,
tanya apa Mbak?”balasnya
“Kamu
tahu anak yang kemarin debat sama aku gara-gara tulisan di tas kardusnya?”tanyaku
“Iya,
tahu, kenapa?”dia balik tanya
“Namanya
siapa?”spontanitas
“Hayooo
kenapa? Naksir ya ? tenang saja nanti aku titipin salam deh.”godanya
“Ih...
apaan sih kamu, enggak kok cuma tanya aja, dia nyebelin banget orangnya.”jelasku
“Hehe...
namanya Wisnu.”jawabnya
“Oh..
terimakasih ya.”jawabku singkat, lalu pergi
“.......??”(Sugeng
bengong, bingung)
Sepanjang
jalan menuju perpustakaan, tiba-tiba aku memikirkannya lagi. Perasaan ini
campur aduk. Aku semakin bingung. Aku mencoba melupakannya dengan mengambil
buku pelajaran lalu membacanya. Tapi tetap saja tidak bisa.
“Jadi, orang super duper nyebelin
dan sudah mencampur adukkan perasaanku itu namanya Wisnu, Wisnu Dwi Wahyu Aji.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar